Bukittinggi dikenal sebagai salah satu kota wisata unggulan di Sumatera Barat. Dari panorama Jam Gadang, wisata alam Ngarai Sianok, hingga jejak kolonial. Kota ini selalu menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun asing.
Pada 2024, tercatat ada 764.640 wisatawan yang mengunjungi objek wisata berbayar di Bukittinggi, dengan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp17,5 miliar. Tingginya arus wisata ini membuat industri oleh-oleh tumbuh subur. Menurut laporan tim detik.com (Juli, 2024), oleh-oleh khas Bukittinggi yang populer meliputi Sanjai (keripik singkong), Karak Kaliang (keripik bentuk angka delapan), Karamai (kue tradisional) dan Kerupuk Jangek (kerupuk kulit). Ragam buah tangan ini dapat dibeli di pusat oleh-oleh seperti Pasateh dan sekitar Pasar Atas, Bukittinggi.
Imelda Lina Mustika, seorang ibu rumah tangga usia 45 tahun asal Bukittinggi, melihat tren berbeda di kotanya. “Saat ini oleh-oleh didominasi oleh sektor kuliner atau berupa makanan. Oleh-oleh berupa kerajinan tangan sudah makin sedikit. Di pasar pun sudah mulai jarang yang jual,” ujar perempuan yang kerap disapa Imelda. Di tengah ramainya dominasi kuliner tersebut, Imelda justru melihat celah besar untuk menghadirkan kembali souvenir kerajinan tangan yang mulai jarang ditemui.
Bagi Imelda, membangun Azqi Souvenir bukan hanya soal mencari nafkah, melainkan juga menjaga identitas kotanya. “Di tengah ramainya oleh-oleh berupa makanan, saya melihat peluang sekaligus ingin melestarikan kerajinan tangan dalam berupa souvenir Bukittinggi”, tambahnya. Namun sebelum sampai di titik ini, perjalanan usahanya penuh jatuh bangun dari meninggalkan pekerjaan kantoran, ikut mengelola bisnis suami di Palembang, hingga akhirnya pulang ke kampung halaman di Bukittinggi untuk memulai kembali.
Lestarikan Oleh-Oleh Khas Bukittingi lewat UMKM
Pada tahun 2017, Imelda dan suami terpaksa menutup bisnis yang dirintisnya selama tujuh tahun dan memulai dari awal lagi di Bukittinggi. Kegagalan itu menjadi titik balik yang membawa mereka pulang ke Bukittinggi. Tak ingin berhenti berusaha, Imelda bergabung dengan usaha souvenir kerajinan tangan khas Bukittinggi milik teman dekatnya. “Waktu itu masih ada beberapa kompetitor lain yang menjual souvenir serupa. Persaingannya terasa, tapi justru itu membuat saya belajar banyak,” kenangnya. “Sekarang, di 2025, tinggal dua saja, saya dan teman saya. Usaha kerajinan tangan memang makin jarang, dan bagi saya ini sekaligus peluang untuk bertahan dan melestarikannya,” cerita Imelda.
Dari pengalaman tersebut, Imelda kian percaya diri. Ia merasa tak cukup hanya menjadi bagian dari usaha orang lain. “Kalau terus-menerus ikut orang, keuntungannya tidak seberapa,” ujarnya. Dengan tekad itu, ia pun memberanikan diri membuka usaha souvenir sendiri, dengan jangkauan pasar yang lebih luas.
Meski awalnya sulit, Imelda mencoba menjajaki produk ke beberapa toko di pusat oleh-oleh besar, namun banyak menerima penolakan. Akhirnya, Imelda dan suami mencoba mendekati pedagang souvenir kaki lima di depan hotel dan berhasil menemukan titik terang. Para pedagang kaki lima depan hotel mau membeli putus dan kerap melakukan pesanan berulang.
Tantangan lain timbul saat pandemi melanda di tahun 2020. Industri wisata yang menjadi tumpuan bisnis oleh-oleh lumpuh total. “Saat itu hotel tutup dan tidak ada turis yang datang sehingga pesanan itu sama sekali tidak ada. Saya dan suami bingung harus bagaimana karena usaha ini merupakan mata pencarian kami,” kata Imelda.
Demi bertahan hidup, Imelda sempat mencoba usaha lain. Namun, setelah pandemi berangsur reda, ia kembali memfokuskan diri untuk menumbuhkan kembali Azqi Souvenir. Titik balik hadir pada tahun 2023 ketika Imel mengenal program SisBerdaya. Imel mendaftarkan dua bisnis sekaligus dan yang terpilih adalah Azqi Souvenir. “Saya ingin belajar juga sehingga dapat mengembangkan bisnis saya dan jangkauan pasar yang semakin luas. Di SisBerdaya, saya belajar banyak sekali mulai dari teknologi, cara mengelola cashflow, perencanaan bisnis hingga memanfaatkan teknologi salah satunya penggunaan sistem pembayaran digital. Di situlah saya mengenal ada namanya DANA Bisnis,” jelasnya.
Adopsi Teknologi demi Efisiensi
Sebelumnya Imelda mengandalkan uang tunai dan transfer bank dalam setiap transaksi sehingga pencatatannya lumayan rumit. “Karena saya dan suami mengurus pesanan sekaligus produksi juga, jadi saya kadang menunda pencatatan. Lebih dari itu, kadang cukup kesulitan karena harus mencatat dari berbagai sumber. Kini pencatatan jadi lebih rapi dikarenakan saya bisa lihat Riwayat Transaksi di aplikasi, sehingga saya bisa tahu berapa penjualan bersih, dan juga memudahkan budgeting operasional bisnis juga,” kata Imelda. Selain itu, Imelda juga mengaku terbantu menggunakan DANA Bisnis dikarenakan tidak ada biaya tambahan dan semuanya transparan.
Seiring dengan berkembangnya Azqi Souvenir, Imelda juga melibatkan ibu-ibu sekitar tempat tinggalnya untuk membantu produksi. “Kalau orderan lagi rame, saya suka ajak mereka. Lumayan jadi ada manfaat kegiatan bersama, sambil ngobrol sambil bekerja,” ujarnya.
Kini Azqi Souvenir semakin ramai pesanan dan dikenal. Produk Azqi Souvenir sudah berhasil masuk ke salah satu toko oleh-oleh di jalur wisata utama Bukittinggi. Tidak berhenti sampai sini, Imelda memiliki harapan dan mimpi untuk bisnisnya. “Saya bermimpi suatu hari nanti Azqi Souvenir bisa tumbuh menjadi brand besar, punya outlet sendiri, dan dikenal sebagai tempat oleh-oleh lengkap khas Bukittinggi,” tutupnya.